Friday 15 November 2013

Tentera Indonesia hantar 4 pesawat bantu mangsa Taufan Haiyan di Filipina


Jakarta - Tentera Nasional Indonesia (TNI) menghantar 1 pesawatnya ke Filipina pada hari ini Jumaat ( 15/1/2013 ). Pesawat TNI itu dalam misi membantu pagihan bantuan kepada mangsa taufan Haiyan . Hingga kini  4 pesawat TNI sudah dihantar ke Filipina.

Pesawat yang dihantar TNI itu ialah pesawat Hercules C 130 dengan nombor pendaftaran pesawat A - 1323 , yang  ke Filipina hari ini , dirancang berada di sana sehingga 21 November 2013 , demikian jelas Pjs Kadispenum Puspen TNI , Letkol Caj Edyana Sulistiadie dalam kenyataan Pusat Penerangan TNI yang diterima hari ini .

Penghantaran pesawat ini sesuai dengan permintaan kerajaan Filipina kepada Indonesia , dalam membantu proses penyebaran bantuan dengan menggunakan pesawat Hercules milik TNI ke daerah yang dilanda taufan Haiyan , terutamanya di Tacloban . Hal ini juga sebagai bentuk keprihatinan kerajaan Indonesia kepada Filipina dan sebagai perpaduan sesama negara ASEAN.

Mengikut rancangan,  pesawat TNI akan dihantar lagi esok pagi. Pesawat tersebut akan berlepas dari Halim Perdanakusuma Indonesia dengan membawa bantuan dan beberapa orang wartawan Indonesia. Perjalanan menempuh menempuh laluan ke Balikpapan - Manado - Cebu Filipina.

Sebelumnya, TNI telah menghantar 3 pesawat hercules untuk membawa bantuan berupa makanan siap saji, ubat- ubatan , pakaian , generator dan selimut untuk mangsa bencana Taufan Haiyan  di Filipina.

Jumat, 15/11/2013 16:13 WIB

Lagi, TNI Kirim 1 Hercules ke Filipina Bantu Korban Topan Haiyan

Nograhany Widhi K - detikNews

Jakarta - TNI mengirimkan 1 pesawatnya ke Filipina pada hari Jumat (15/1/2013) ini. Pesawat TNI itu bermisi membantu pendistribusian bantuan topan Haiyan. Hingga kini sudah 4 pesawat TNI dikirimkan ke Filipina. 

Pesawat yang dikirimkan TNI itu adalah pesawat Hercules C 130 dengan nomor registrasi pesawat A-1323, yang mulai ke Filipina hari ini hingga direncanakan sampai 21 November 2013, demikian jelas Pjs Kadispenum Puspen TNI, Letkol Caj Edyana Sulistiadie dalam rilis Pusat Penerangan TNI yang diterima hari ini.

Pengiriman pesawat ini sesuai dengan permintaan pemerintah Filipina kepada pemerintah Indonesia, dalam rangka membantu proses menyebarkan bantuan dengan menggunakan pesawat Hercules milik TNI ke daerah terdampak topan Haiyan, utamanya Tacloban. Hal ini juga sebagai bentuk kepedulian pemerintah Indonesia kepada pemerintah Filipina serta sebagai solidaritas sesama negara ASEAN.

Menurut rencana besok pagi akan diberangkatkan lagi pesawat TNI. Pesawat tersebut akan tinggal landas dari Halim Perdanakusuma Indonesia dengan membawa bantuan dan beberapa orang wartawan Indonesia. Adapun rute penerbangan yang ditempuh adalah Halim-Balikpapan-Manado-Cebu Filipina.

Sebelumnya, TNI telah mengirimkan 3 pesawat hercules untuk membawa bantuan berupa makanan siap saji, obat-obatan, pakaian, genset dan selimut untuk korban bencana Topan Haiyan yang berada di Filipina.

Dua pria ditangkap, syabu senilai Rp 14 milyar diamankan di Kuala Lumpur


KUALA LUMPUR 15 Nov . - Polisi berhasil menyita narkoba jenis syabu bernilai RM4 juta dengan tertangkapnya dua pria termasuk seorang pengusaha Pakistan di sebuah apartemen mewah di Sri Petaling , Kuala Lumpur , Khamis 14/11 .

Modus operandi terbaru itu yang menyembunyikan narkoba di belakang 47 lembar jahitan kain bermanik berhasil terdeteksi hasil informasi dan intelijen sepasukan anggota dari Divisi Investigasi Kejahatan Narkotika , Markas Polisi Daerah ( IPD ) Brickfields .

Wakil Kepala Polisi Kuala Lumpur , Datuk Amar Singh Ishar Singh mengatakan , penyitaan itu dilakukan dalam dua penggrebekan terpisah yaitu di kondominium terlibat dan di parkir di sebuah hotel di Sri Petaling pada 9 November lalu .

" Dalam razia di apartemen milik warga Pakistan berusia 43 tahun itu , polisi menyita 47 lembar jahitan kain bermanik dengan narkoba seberat 24,9 kilogram narkoba jenis syabu senilai RM3.7 juta .

" Sementara di tempat parkir pula , polisi menahan seorang pria lokal berusia 26 tahun dan menyita 2 kilogram narkoba yang sama senilai RM300 , 000 , " katanya pada  pers di Markas Polisi Kontingen Jakarta ( IPKKL ) hari ini .

Dia mengatakan , pihaknya tidak menutup kemungkinan kedua kasus adalah terkait . - UTUSAN ONLINE

Dua lelaki ditangkap, syabu bernilai RM4 juta dirampas


KUALA LUMPUR 15 Nov. - Polis berjaya merampas dadah jenis syabu bernilai RM4 juta dengan tertangkapnya dua lelaki termasuk seorang ahli perniagaan Pakistan di sebuah kondominium mewah di Sri Petaling, di sini kelmarin.

Modus operandi terbaharu itu yang menyembunyikan dadah di belakang 47 helai jahitan kain bermanik berjaya dikesan hasil maklumat dan risikan sepasukan anggota dari Bahagian Siasatan Jenayah Narkotik, Ibu Pejabat Polis Daerah (IPD) Brickfields.

Timbalan Ketua Polis Kuala Lumpur, Datuk Amar Singh Ishar Singh berkata, rampasan itu telah dijalankan dalam dua serbuan berasingan iaitu di kondominium terbabit dan di tempat letak kereta di sebuah hotel di Sri Petaling pada 9 November lalu.

"Dalam serbuan di kondominium milik warga Pakistan berusia 43 tahun itu, polis merampas 47 helai jahitan kain bermanik dengan dadah seberat 24.9 kilogram dadah jenis Syabu bernilai RM3.7 juta.
"Sementara serbuan di tempat letak kereta pula, polis menahan seorang lelaki tempatan berusia 26 tahun dan merampas 2 kilogram dadah yang sama bernilai RM300,000," katanya pada sidang akhbar di Ibu Pejabat Polis Kontinjen Kuala Lumpur (IPKKL) hari ini.

Beliau berkata, pihaknya tidak menolak kemungkinan kedua-dua kes adalah berkaitan. - UTUSAN ONLINE



Artikel Penuh: Utusan Online 
© Utusan Melayu (M) Bhd 

Malaysia import 1000 MW elektrik dari Riau, eksport 200 MW ke Kalimantan

Jakarta - Indonesia mengakui membeli elektrik dari Malaysia untuk bekalan di kawasan sempadan di Kalimantan. Elektrik yang dibeli Indonesia berasal dari loji kuasa tenaga air ( kuasa hidro ) di Malaysia . Apa kah alasannya?

Ketua Pengarah Elektrik Kementerian Sumber Asli Indonesia,  Jarman mengatakan, pembelian elektrik sehingga 200 megawatt (MW) dilakukan kerana di kawasan sempadan Kalimantan, Indonesia menggunakan loji kuasa diesel yang merugikan .

" Macam ni, di Kalimantan sana janakuasanya kebanyakan diesel, kalau  dibina yang arang batu, perlu waktu ,  tak kurang 4 tahun. Kalau kita beli tenaga dari Malaysia yang pakai teknologi hidroelektrik itu lebih cepat. Sementara itu kita pakai juga dulu untuk penjanaan diesel , " ucap Jarman kepada detikFinance di JCC , Senayan, Khamis ( 15/11/2013 ) .

Ketika ini PLN (Syarikat Elektrik Negara) sedang mempersiapkan talian penghantaran yang  menyambungkan bekalan elektrik antara sempadan Malaysia dan Indonesia di Kalimantan. Secara kira-kira perniagaan , membeli elektrik di Malaysia jauh lebih murah. Meski demikian , PLN tetap membina loji kuasa arang batu untukmemastikan cukupnya bekalan tenaga di sempadan.

" Dieselnya pun diimport juga. Itu jauh lebih mahal. Kalau pakai diesel harga jatuh jadi jatuh 94 sen per Kwh .  Tapi kalau kita import pakai elektrik Malaysia harganya cuma 26 sen per kwh . Maknanya, walaupun kedua-duanya import,  situasinya lebih murah, " jelasnya.

Tetapi berbeza dengan di Riau , Sumatera. Indonesia  merancang menjual elektrik hingga 1,000 MW ke Malaysia. " Kita ada arang batu yang cukup banyak. Kita buat janakuasa . Kita tahu Malaysia pakai gas dan mahal. Kalau Malaysia import elektrik dari kita pakai arang batu, dia boleh menurunkan kos. Sama macam di Kalimantan cuma terbalik ," terangnya.

Jarman menegaskan, pada ketika itu kelak, walaupun mengimport elektrik,  Indonesia jauh lebih banyak mengeksport elektrik ke Malaysia.

" Kalau di Kalimantan kita beli 200 MW . Tak besar . Sebahagian beli , sebahagian pakai dalam negeri dengan arang batu. Malaysia di Sumatera mereka perlu 1,000 MW. Jadi kita eksport. Kalau kita lihat eksport importnya , kita import 200 MW tapi kita eksport 1,000 MW . Lebih banyak eksport, "tegasnya. - DetikFinance


RI Impor Listrik dari Malaysia, Ini Penjelasan Pemerintah

Feby Dwi Sutianto - detikfinance
Jumat, 15/11/2013 08:46 WIB


Jakarta -Indonesia melakukan pembelian listrik dari Malaysia untuk pasokan ke perbatasan di Kalimantan. Listrik yang dibeli Indonesia berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Malaysia. Apa alasan impor ini?


Dirjen Listrik Kementerian ESDM Jarman mengatakan, pembelian listrik hingga 200 megawatt (MW) dilakukan karena di wilayah perbatasan Kalimantan, Indonesia menggunakan pembangkit listrik berbahan bakar solar yang boros.


"Jadi begini kalau di Kalimantan clear di sana pembangkitnya kebanyakan PLTD (berbahan bakar solar), kalau bangun PLTU perlu waktu, paling nggak 4 tahun. Kalau kita beli energi dari Malaysia yang pakai teknologi PLTA itu lebih cepat. Nah sementara itu kita mengganti dulu untuk pembangkit diesel," ucap Jarman kepada detikFinance di JCC, Senayan, Kamis (15/11/2013).


Saat ini PLN sedang mempersiapkan transmisi yang bisa menghubungkan listrik antara perbatasan Malaysia dan Indonesia di Kalimantan. Secara hitungan bisnis, membeli listrik di Malaysia jauh lebih murah. Meski demikian ,PLN tetap membangun pembangkit listrik batubara (PLTU) untuk menjaga ketahanan energi di perbatasan.


"Toh dieselnya solarnya impor juga. Solar itu jauh jauh lebih mahal. Kalau pakai solar jatuhnya Rp 3.300 per Kwh. Nah kita impor pakai listrik Malaysia biayanya cuma Rp 900 per kwh. Artinya dua-duanya impor tapi lebih murah," jelasnya.


Namun kondisi berbeda ditemui di Riau, Sumatera. Indonesia justru berencana menjual listrik hingga 1.000 MW ke Malaysia. "Kita punya batubara yang cukup banyak. Kita bikin pembangkit. Kita tahu Malaysia pakai gas. Dia mahal. Kalau dia impor listrik dari kita pakai batubara dia bisa menurunkan cost. Sama kayak sisi Kalimantan cuma terbalik," terangnya.


Sehingga Jarman menegaskan, meski mengimpor listrik, justru Indonesia jauh lebih banyak mengekspor listrik ke Malaysia.


"Kalau di Kalimantan 200 MW kita beli. Nggak besar. Sebagian beli, sebagian pakai dalam negeri dengan batubara. Dengan Malaysia di Sumatera mereka perlu 1.000 MW. Jadi kita ekspor. Kalau kita lihat ekspor impornya, kita impor 200 MW tapi kita ekspor 1.000 MW. Lebih banyak ekspor," tegasnya.

Isu kuil Preah Vihear: Yingluck tolak keputusan ICJ

Isu kuil Preah Vihear: Yingluck tolak keputusan ICJ

Bangkok: Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra menegaskan di Parlimen kelmarin beliau tidak pernah menerima keputusan Mahkamah Keadilan Antarabangsa (ICJ) yang menganugerahkan keseluruhan kawasan kuil Preah Vihear kepada Kemboja. 

Yingluck berkata, beliau menekankan keperluan mengekalkan keamanan dan persefahaman hubungan antarabangsa, tidak kira apa juga keputusan yang dicapai. 


“Saya tidak pernah mengatakan saya akan menerima keputusan mahkamah. Apa yang saya katakan ialah saya akan mengekalkan hubungan dua hala dan akan memelihara kedaulatan negara. 


Setiap perkataan adalah sensitif dan penting apabila ia berkaitan dengan diplomasi antarabangsa,” katanya. 

Beliau juga memberi jaminan untuk mendapatkan kelulusan parlimen untuk sebarang rundingan yang berlaku mengikut Seksyen 190 piagam itu. 

Perdana Menteri membuat kenyataan sebagai reaksi persoalan pemimpin pembangkang, Abhisit Vejjajiva. - BERITA HARIAN


________________________________________________

Bangkok: Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra menegaskan di parlemen kemarin ia tidak pernah menerima keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) yang menganugerahkan keseluruhan area kuil Preah Vihear kepada Kamboja.

Yingluck mengatakan, ia menekankan perlunya menjaga keamanan dan pemahaman hubungan internasional, tidak peduli apa juga hasil yang dicapai.

"Saya tidak pernah mengatakan saya akan menerima keputusan pengadilan. Apa yang saya katakan adalah saya akan mempertahankan hubungan bilateral dan akan memelihara kedaulatan negara.

Setiap kata adalah sensitif dan penting ketika terkait dengan diplomasi internasional, "katanya.

Dia juga memberi jaminan untuk mendapatkan persetujuan parlemen untuk setiap negosiasi yang terjadi sesuai Pasal 190 piagam itu.

Perdana Menteri membuat pernyataan sebagai reaksi persoalan pemimpin oposisi, Abhisit Vejjajiva.

Lagi kes PATI Malaysia di Indonesia

Jakarta - Para pendatang haram sering mencari suaka ke negara lain kerana negaranya sedang terjebak dalam kancah perang atau konflik.  Ada juga ingin mencari kehidupan yang lebih baik. Namun, bagaimanakah jika alasan mereka nampak mengada - ngada?  Mencari ' rahsia alam ' misalnya ?

Adam , seorang pemuda yang ditahan di pusat tahanan imigresen ( Rudenim ) Tanjungpinang , Kepulauan Riau yang mengaku berkewarganegaraan Malaysia. Tanpa ada identiti, pasport dan keterangan lainnya , lelaki ini ditahan bersama ratusan warga asing lain dari pelbagai negara.

"Ini ada satu masalah lagi. Ada satu orang ngakunya orang Malaysia, tapi tak dapat tunjukkan dokumen. Saya curiga dia ini pekerja haram dari Indonesia yang mahu ke Malaysia," kata Karudenim Tanjungpinang Surya Pranata di pejabatnya , Jl Jend Ahmad Yani, Tanjungpinang , Kepulauan Riau , Kamis ( 14/11/2013 ) .
Ketika para wartawan menemui Adam , gerak -geri lelaki itu kelihatan ketakutan dan cenderung mengelak . Ketika ditanya, jawapannya tak jelas dan aneh.

"Tujuan you apa ke sini? " tanya salah satu wartawan.

" Cari rahsia alam ," jawab Adam dengan loghat Malaysia.

Para wartawan pun tergaru-garu  kepala mendengar jawapan Adam. Maksudnya itu tak difahami. - Detiknews


Jakarta - Para imigran ilegal seringkali mencari suaka ke negara lain karena negaranya sedang perang atau konflik. Tak jarang pula mereka ingin mencari kehidupan yang lebih baik. Namun, bagaimana jika alasan mereka terkesan mengada-ada? Seperti ingin mencari 'rahasia alam' misalnya?

Adalah Adam, seorang pemuda penghuni Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat Tanjungpinang, Kepulauan Riau yang mengaku berkewarganegaraan Malaysia. Tanpa ada identitas, paspor dan surat-surat lainnya, pria ini bermukim di rudenim bersama ratusan WNA lain dari berbagai negara.

"Ini ada satu masalah lagi. Ada satu orang ngakunya orang Malaysia, tapi enggak bisa nunjukkin surat-surat. Saya curiga dia ini TKI pengen balik ke Malaysia," kata Karudenim Tanjungpinang Surya Pranata di kantornya, Jl Jend Ahmad Yani, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Kamis (14/11/2013).

Saat para wartawan menemui Adam langsung, gerak-gerik pria itu tampak takut-takut dan cenderung menghindar. Ketika ditanya pun jawabannya tak terlalu jelas dan cenderung aneh.

"Tujuan you apa kesini?" tanya salah satu wartawan.

"Cari rahasia alam," jawab Adam dengan logat Malaysia.

Para wartawan pun garuk-garuk kepala mendengar jawaban nyeleneh Adam. Tak jelas apa maksudnya.

Lego Mural Draws Ire of Malaysian Authorities

Nov. 13, 2013
By JOANNA PRISCO via GOOD MORNING AMERICA

A street mural has become the subject of controversy in a Malaysian border city, with local officials complaining that it paints the area in a negative light. But some contend the image reveals an ugly truth.

Lithuanian artist Ernest Zacharevic used a public street corner in Johar Bahru as his canvas to depict two Lego characters pre-robbery. In the mural, a Lego woman carrying a Chanel bag is walking down the street, while around the corner a Lego robber waits with knife in hand.

Legoland Malaysia, which opened in nearby Nusujaya in 2012, did not immediately respond to ABC News' requests for comment.


Lithuanian artist Ernest Zacharevic's controversial mural depicts a Lego woman with a Chanel bag , a Lego robber with a knife on a wall in Johor Bahru, Malaysia.
STR/AFP/Getty Image



But Aziz Ithnin, an official with the Johor Bahru City Council, told the Agence France-Presse that the mural was illegal graffiti and was ordered to be white-washed.

"It's vandalism," he told the AFP. "The robber gives an image that is not good for our country, investment and tourism. If the painting stays, everybody will be scared."

Perhaps some tourists already were. Johor Bahru has long battled a reputation as a crime-ridden city. In 1997, Singapore Prime Minister Lee Kuan Yew described the state of Johor as "notorious for shootings, muggings and car-jackings," causing a backlash from Malaysians. Since then, the country has made efforts to change that impression with increased law enforcement.

Before the mural could be painted over, other artists contributed to the piece, adding a Lego police officer running behind the thug with handcuffs.

"Now that's a true vandalism! Malaysia never fails to amuse me," wrote Zacharevic on his Facebook page. But some commenters on his post said that the addition of the officer was an attempt to save the work by "making it politically correct."

In a later post, the artist told his fans not to be put off by the white-washing of the mural.

"Don't get upset by the painting being removed," he wrote. "Johor Bahru has proved to be a strong and opinionated state. Please continue to make Malaysia as awesome as it is. I will see you again."

Anwar is not God

Posted on 14/11/2013 - 09:29
Francis Paul Siah


Francis Paul Siah
OUTSPOKEN: “Anwar is not God and he should be prepared to face criticisms,” a defiant Matunggong assemblyman Datuk Jelani Hamdan posted on Facebook. The Sabah PKR legislator is currently embroiled in a public spat with his party’s leadership.

It’s interesting to note that Jelani has used such strong language in describing Datuk Seri Anwar Ibrahim. “He is not God” – a comparison between a political leader and God – is not a term we hear often. Why, were there people in PKR who have likened their party supremo to a superhuman or a divine being? Was Anwar really considered beyond reproach by party cadres and loyalists?

If Anwar himself thinks so, then it’s just too bad. If Anwar is God, then I’m Jesus. Aha!

But I doubt it. Anwar is an old hand in politics and should be able to play down personal accolades. He is also known as a man of great strength and character. However, all of us have egos but politicians, particularly those holding high public office, have bigger egos — so big and heavy that they are incapable of carrying it at times.

Of course, they would be delighted if their supporters continue to polish their egos with their hero-worshipping and adulation - who wouldn’t? We would too.

My worry here is that once those wielding power are put on such a high pedestal, they tend to think that they are somewhat invincible and can do what they like.

In order to continue winning the adulation and affection of their followers, they will likely go overboard and do the wrong thing — abuse their power. This is something which should worry all of us.

Anwar is an enigma. In the months following the 2008 general election, the opposition leader had the largest following of hero-worshippers in the country, in my opinion at least.

I was amazed by the thousands of postings online singing his praises. How his followers idolise him! This man could garner public adulation in a way no other political figure in the country was able to. 

Anwar deserved the credit too. For the first time, the Barisan Nasional lost its two-thirds majority and five states to the opposition alliance.

But I was quite perturbed by some PKR leaders who went overboard with their praises for Anwar. In the 2011 PKR convention, Azmin Ali described his boss as the “saviour” of the people and nation.

What? Anwar the saviour! With due respect, I am also a Malaysian and I don’t feel at all that Anwar is my saviour or that of my country. Seriously, I have yet to see anything tangible that Anwar had achieved to “save” Malaysia.

But Anwar has my respect and I have high regard for him as the opposition leader today. I support his anti-corruption drive and his Buku Jingga ideals of justice, transparency and accountability. Being the skeptic that I am, I must see that his policies have been brought to fruition first before I can say “well done, Anwar”.

Perhaps I can understand Azmin. He worships Anwar. That is his right. But Azmin’s choice of a hero is one of personal affiliation. He identifies himself with Anwar while many of us do not.

Anwar is not my political idol because I have none. I do not hero-worship any political leader at all. Why? I feel that there is no politician in the country worthy of such servile flattery. Let’s get real -- there is no Mahatma Gandhi(s) or Nelson Mandela(s) in the Malaysian political scene.

And I would certainly not describe Anwar as a saviour. It’s too heavenly a term to use on a mortal and more so on a political leader. As a Christian, Jesus Christ is my only saviour.

Last year, Datuk Seri Dr Wan Azizah Wan Ismail also described her husband as “God's gift” to politics. I also felt then that was a bit over the top but I could understand and appreciate somewhat that this was a wife praising her better-half. I would comment no further.

At the Umno general assembly last year, we heard many delegates describing Datuk Seri Najib Razak as the “Father of Transformation”.

Although that was nothing new, I would hesitate to award the prime minister such a high-sounding title. I have yet to witness any major transformation taking place in the country. Many think that the nation is heading nowhere and Malaysians in general are unhappy and disillusioned. The push for “1Malaysia” has turned into a farce and the latest “Endless Possibilities” slogan is another joke. What Najib gave out in BR1M, he took back in the form of new taxes and subsidy cuts. What sort of transformation is that!

Please, let us hold back our accolades for politicians and not over-glorify them. It’s silly of us to do that and it’s also unfair to the recipients for they will be facing undue pressure in trying not to slip from the high pedestal we place them.

To be honest, other than agreeing that Tunku Abdul Rahman is the “Father of Independence”, I don’t think other former prime ministers deserved the public titles that we bestowed on them such as “Father of Development”, “Father of Modernisation”, etc.

Development and modernisation are natural processes in the growth of a nation. Whoever leads just happens to be there. After all, they had fought well and hard for the high public office and were duty bound to deliver.

So, let us not idolise or over-glorify political leaders. Most are undeserving of the accolades or the adulation. More importantly, let us not become a nation of sycophants.

Let history record the achievements of our leaders and glorify them if they are worthy, not us.

Francis Paul Siah heads the Movement for Change, Sarawak (MoCS) and can be reached at sirsiah@gmail.com.

THE ANT DAILY