Jakarta - Indonesia mengakui membeli elektrik dari Malaysia untuk bekalan di kawasan sempadan di Kalimantan. Elektrik yang dibeli Indonesia berasal dari loji kuasa tenaga air ( kuasa hidro ) di Malaysia . Apa kah alasannya?
Ketua Pengarah Elektrik Kementerian Sumber Asli Indonesia, Jarman mengatakan, pembelian elektrik sehingga 200 megawatt (MW) dilakukan kerana di kawasan sempadan Kalimantan, Indonesia menggunakan loji kuasa diesel yang merugikan .
" Macam ni, di Kalimantan sana janakuasanya kebanyakan diesel, kalau dibina yang arang batu, perlu waktu , tak kurang 4 tahun. Kalau kita beli tenaga dari Malaysia yang pakai teknologi hidroelektrik itu lebih cepat. Sementara itu kita pakai juga dulu untuk penjanaan diesel , " ucap Jarman kepada detikFinance di JCC , Senayan, Khamis ( 15/11/2013 ) .
Ketika ini PLN (Syarikat Elektrik Negara) sedang mempersiapkan talian penghantaran yang menyambungkan bekalan elektrik antara sempadan Malaysia dan Indonesia di Kalimantan. Secara kira-kira perniagaan , membeli elektrik di Malaysia jauh lebih murah. Meski demikian , PLN tetap membina loji kuasa arang batu untukmemastikan cukupnya bekalan tenaga di sempadan.
" Dieselnya pun diimport juga. Itu jauh lebih mahal. Kalau pakai diesel harga jatuh jadi jatuh 94 sen per Kwh . Tapi kalau kita import pakai elektrik Malaysia harganya cuma 26 sen per kwh . Maknanya, walaupun kedua-duanya import, situasinya lebih murah, " jelasnya.
Tetapi berbeza dengan di Riau , Sumatera. Indonesia merancang menjual elektrik hingga 1,000 MW ke Malaysia. " Kita ada arang batu yang cukup banyak. Kita buat janakuasa . Kita tahu Malaysia pakai gas dan mahal. Kalau Malaysia import elektrik dari kita pakai arang batu, dia boleh menurunkan kos. Sama macam di Kalimantan cuma terbalik ," terangnya.
Jarman menegaskan, pada ketika itu kelak, walaupun mengimport elektrik, Indonesia jauh lebih banyak mengeksport elektrik ke Malaysia.
" Kalau di Kalimantan kita beli 200 MW . Tak besar . Sebahagian beli , sebahagian pakai dalam negeri dengan arang batu. Malaysia di Sumatera mereka perlu 1,000 MW. Jadi kita eksport. Kalau kita lihat eksport importnya , kita import 200 MW tapi kita eksport 1,000 MW . Lebih banyak eksport, "tegasnya. - DetikFinance
RI Impor Listrik dari Malaysia, Ini Penjelasan Pemerintah
Jumat, 15/11/2013 08:46 WIB
Jakarta -Indonesia melakukan pembelian listrik dari Malaysia untuk pasokan ke perbatasan di Kalimantan. Listrik yang dibeli Indonesia berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Malaysia. Apa alasan impor ini?
Dirjen Listrik Kementerian ESDM Jarman mengatakan, pembelian listrik hingga 200 megawatt (MW) dilakukan karena di wilayah perbatasan Kalimantan, Indonesia menggunakan pembangkit listrik berbahan bakar solar yang boros.
"Jadi begini kalau di Kalimantan clear di sana pembangkitnya kebanyakan PLTD (berbahan bakar solar), kalau bangun PLTU perlu waktu, paling nggak 4 tahun. Kalau kita beli energi dari Malaysia yang pakai teknologi PLTA itu lebih cepat. Nah sementara itu kita mengganti dulu untuk pembangkit diesel," ucap Jarman kepada detikFinance di JCC, Senayan, Kamis (15/11/2013).
Saat ini PLN sedang mempersiapkan transmisi yang bisa menghubungkan listrik antara perbatasan Malaysia dan Indonesia di Kalimantan. Secara hitungan bisnis, membeli listrik di Malaysia jauh lebih murah. Meski demikian ,PLN tetap membangun pembangkit listrik batubara (PLTU) untuk menjaga ketahanan energi di perbatasan.
"Toh dieselnya solarnya impor juga. Solar itu jauh jauh lebih mahal. Kalau pakai solar jatuhnya Rp 3.300 per Kwh. Nah kita impor pakai listrik Malaysia biayanya cuma Rp 900 per kwh. Artinya dua-duanya impor tapi lebih murah," jelasnya.
Namun kondisi berbeda ditemui di Riau, Sumatera. Indonesia justru berencana menjual listrik hingga 1.000 MW ke Malaysia. "Kita punya batubara yang cukup banyak. Kita bikin pembangkit. Kita tahu Malaysia pakai gas. Dia mahal. Kalau dia impor listrik dari kita pakai batubara dia bisa menurunkan cost. Sama kayak sisi Kalimantan cuma terbalik," terangnya.
Sehingga Jarman menegaskan, meski mengimpor listrik, justru Indonesia jauh lebih banyak mengekspor listrik ke Malaysia.
"Kalau di Kalimantan 200 MW kita beli. Nggak besar. Sebagian beli, sebagian pakai dalam negeri dengan batubara. Dengan Malaysia di Sumatera mereka perlu 1.000 MW. Jadi kita ekspor. Kalau kita lihat ekspor impornya, kita impor 200 MW tapi kita ekspor 1.000 MW. Lebih banyak ekspor," tegasnya.
No comments:
Post a Comment