Wednesday 13 November 2013

Soal Pengolahan Limbah, Jakarta Kalah dengan Malaysia


Rabu, 13/11/2013 11:46 WIB

Buruknya Sistem Sanitasi Jakarta

Ropesta Sitorus - detikNews


Jakarta - Pengolahan air limbah di Jakarta masih sangat buruk. Predikat sebagai kota metropolitan yang juga Ibu Kota Negara, ternyata tak membuat kota ini bebas dari masalah buurukntya sistem sanitasi. Saking minimnya, Jakarta ada di urutan paling belakang bila dibandingkan dengan Negara-negara tetangga dalam hal pengolahan limbah.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengakui pengolahan air limbah di Ibu Kota baru melayani sekitar tiga persen wilayahnya. “Dibandingkan Negara lain seperti Malaysia saja sudah 60 persen, Singapura sudah hampir 100 persen,” kata mantan Wali Kota Surakarta itu usai bertemu dengan Komisi VII DPR RI di Balai Kota, akhir Oktober lalu. 

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Sanitasi Lingkungan BPLHD, Andono Warih membenarkan pernyataan Jokowi itu. Menurut dia saat ini jaringan perpipaan air bersih di Jakarta baru sekitar 3 persen. Angka ini tentu belum bisa melayani seluruh warga.



Air limbah di Jakarta, baik dari rumah tangga maupun perusahaan mapan seperti hotel, rumah sakit, perkantoran, dan mal masih belum terkelola dengan baik. Selama ini limbah di Jakarta diolah di instalasi pengolahan limbah PD PAL dengan menggunakan pipa di waduk Setiabudi, Jakarta Selatan. 

Ada juga sistem pengolahan limbah setempat, yakni dengan menggunakan metode septic tank untuk rumah tangga, dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sendiri untuk industri, perkantoran, pusat perbelajaan, dan rumah sakit.

Menurut Andono, saat ini hampir 70 persen warga Jakarta telah menggunakan septic tank. Namun masih ada sekitar 11 persen limbah rumah tangga dari slum area, yang langsung dibuang ke lingkungan tanpa diolah sama sekali. 

“Kita akui saudara kita di daerah yang padat itu, sekedar MCK Saja masih berbagi, bahkan ada yang langsung buang ke sungai,” kata Andono kepada detikcom, Jumat (8/11) pekan lalu.

Limbah rumah tangga, walau sudah punya septic tank, masih jadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. “Faktanya rumah tangga itu jadi penyumbang terbesar dan kita masih sangat sedikit menyentuh itu, padahal itu sebenarnya berbahaya juga kalau ditotal jumlah limbah dari 9 juta penduduk yang dibuang begitu saja ke dalam saluran,” kata Andono. 

Dampak pembuangan limbah cair ke sungai, baik dari perusahaan maupun rumah tangga, membuat kondisi pencemaran Jakarta makin tinggi. Dari segi jumlah, dia memberikan gambaran limbah rumah tangga yang dihasilkan per orang mencapai 150 liter per hari. Limbah itu mengandung air sabun, detergen, air kencing, maupun limbah dapur. 

“Jadi kalikan saja kalau penduduk kita 9 juta, itulah yang diolah,” kata Andono. 

No comments: